(Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)
RIKI APRIYANDI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 
Nematoda merupakan cacing  bulat  yang  tidak  bersegmen,  kebanyakan
darinya memiliki  siklus  hidup  yang  bebas  (Tony  dan  Shears,  1997). Nematoda,
berasal dari kata nema = benang dan oidos = bentuk. Besar dan panjang Nematoda
beragam, ada yang panjangnya beberapa millimeter dan ada pula yang panjangnya
melebihi 1 meter.
Ciri-ciri  umum  dari  kelas  ini  adalah mempunyai  saluran  pencernaan  dan
rongga badan, rongga badan tersebut dilapisi oleh selaput seluler sehingga disebut
PSEUDOSEL  atau   PSEUDOSELOMA. Dan potongan melintangnya  berbentuk
bulat dan  ditutupi  oleh kutikula  yang  disekresi oleh  lapisan  hipodermis  (l apisan
sel yang ada dibawahnya) (Anonimus, 2009). Radiopoetro  (1991) menambahkan
bahwa  karakteristik Nematoda adalah  tubuh simetri  bilateral,  tidak  memiliki
anggota gerak (extermitas), dan pada umumnya bersifat gonochoristis .
Secara  keseluruhan  Nematoda bersifat  parasit,  baik  pada  hewan,  manusia
maupun  tumbuhan. Hewan-hewan hospes Nematoda biasanya berasal dari filum
Annelida, Arthropoda, Mollusca dan subfilum Vertebrata,  yang  hidup di  dalam
usus, darah dan organ-organ tubuh lainnya (Radiopoetro, 1991).
Nematoda memiliki banyak spesies, diantara nya adalah cacing tambang, yang
hidup  di daerah  pertambangan. Selain  itu,  cacing  ini  juga  banyak menginfeksi
orang-orang  disekitar  perkebunan yang  belum memiliki  sanitasi  yang memadai ,Makimian  (1996)  menambahkan,  bahwa  sanitasi  pembuangan  tinja  merupakan
usaha  pencegahan  yang  utama . Jenis cacing  tambang  cukup  banyak,  tapi  tidak
semua jenis cacing tambang yang menyerang manusia.
Brotowidjoyo  (1987) mengungkapkan, cacing  tambang pada manusia  terdiri
dari  banyak  jenis  yaitu Necator  americanus, Ancylostoma  duodenale,
Ancylostoma braziliensis,  dan Ancylostoma caninus. Necator  americanus dan
Ancylostoma  duodenale hanya  terdapat  pada manusia, Ancylostoma braziliensis
jarang  terdapat  pada manusia  dan Ancylostoma caninus terdapat  pada manusia,
akan tetapi pada stadium larva dan tidak pernah sampai dewasa.
Pada  pembahasan  kali  ini  akan  dibahas  te ntang  perkembangan Necator
americanus dan Ancylostoma  duodenale. Sejarah  kedua  cacing  ini  sangatlah
berbeda, sehingga banyak orang mengenal A. duodenale sebagai cacing  tambang
dunia  lama  dan N.  americanus cacing  tambang  dunia  baru.  Parasit  ini dapat
menyebabkan penyakit nekatoriasis dan ankilostomiasis , yang membuat penderita
mengalami anemia berat , keletihan, menurunnya berat badan, rentan pada infeksi.
dan  diare  berdarah (Yuwono,  dkk.  1988). Gandahusada,  dkk  (1998)
menambahkan, bahwa kedua jenis  tersebut merupakan parasit yang menginfeksi
manusia,  yang  tergolong  ke  dalam Nematoda  usus dan penularannya  dilakukan
melalui tanah (Soil Transmitted Helminths) .
Mengingat  begitu pesatnya  perkembangan  kedua  parasit  ini dimuka  bumi,
maka dilakukan  studi  perbandingan yang  akan  membahas  tentang  struktur
klasifikasi, anatomi, morfologi, fisiologi, dan kerugian yang ditimbulkan oleh N.
americanus dan A. duodenale.
1.2. Tujuan
Membandingkan klasifikasi, struktur anatomi,  morfologi, fisiologi,  dan
kerugian  yang  ditimbulkan dari  kedua  jenis  cacing  tambang,  yaitu: Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale.
BAB II
CACING TAMBANG 
2.1. Sejarah Cacing Tambang
Cacing tambang pertama  kali ditemukan  di  Mesir  1500  SM,  yang
digambarkan  sebagai  penyakit  jiwa  d itandai  dengan  anemia.  Ibnu  Sina  seorang
tabib Persia abad 11 menemukan cacing pada beberapa pasien dan terkait dengan
penyakit mereka. Kemudian  terlihat  kondisi  tersebut  di  pertambangan  di Eropa,
yang  belum  mempunyai  fasilitas  sanitasi yang  memadai (Gandahusada,  dkk.
1998).
Cacing ini juga dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis antara 300
C
utara  dan  selatan  khatulistiwa. Beigal,  Grenburg,  dan  Ostfeld  (2000)
menambahkan, bahwa Ancylostoma duodenale ditemukan di daerah  laut  tengah,
Asia Timur, Asia Tenggara, dan tersebar di Amerika Selatan. Sedangkan Necator
americanus dibawa  dari  Afrika  dan  kini  tersebar  sampai  ke  Amerika  Serikat
(Volk dan Wheeler, 1990; Kotpal, dkk. 1981).
Sejarah kedua cacing ini sangatlah berbeda, sehingga banyak orang mengenal
A. duodenale sebagai cacing  tambang  dunia  lama dan N.  americanus cacing
tambang  dunia  baru (Volk  dan Wheeler,  1990). Kedua  jenis  cacing  ini  banyak
menginfeksi orang-orang di sekitar pertambangan dan perkebunan. N. americanus
dan A. duodenale adalah 2 cacing yang 90% dapat mengakibatkan kekurangan zat
besi (anemia).
2.2. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematelminthes
Sub Filum : Nematoda
Kelas : Phasmidia (Secernentea)
Ordo : Strongyloidea
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Necator
Spesies : Necator americanus
Kingdom : Animalia
Filum : Nematelminthes
Sub Filum : Nematoda
Kelas : Phasmidia (Secernentea)
Ordo : Strongyloidea
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Ancylostoma
Spesies : Ancylostoma duodenale 
2.3. Anatomi
Cacing tambang jantan dan betina memiliki organ pencernaan yang hampir
sama. Organ pencernaan pada cacing jantan dimulai pada anggota rongga buccal,
esophagus,  usus  dan  berakhir  di kloaka  yang  termasuk  ke dalam  bagian  bursa.Sedangkan  untuk  perbedaannya  terletak  pada keberadaan saluran  kloaka.  Pada
cacing  betina  saluran  terakhirnya  adalah  anus,  dan  tidak  memiliki  kloaka
(Kotpal, dkk. 1981).
Gambar : A. duodenale. A: Jantan, B: Betina (Sumber: Kotpal, dkk. 1981)
Vili dorsal pada bursa kopulatriks pada N.  americanus mempunyai celah
vili  dalam  dengan ujung  bercabang  2 dengan  spikula menjadi  satu  dan  berka it,
sedangkan  pada A. duodenale vili  dorsal bursa kopulatriks mempunyai  celah
dangkal  dan  ujung  bercabang  3  dengan  spikula  saling terpisah.  Berdasarkan
penjelasan diatas Noble dan Noble (1989) mengungkapkan bahwa cacing tambang
juga disebut sebagai  ‘cacing kait’, yang  istilah  ini diambil dari kedudukan ujung
spikula  yang  membengkok  kebelakang  (dorsal)  dan  penampilan  batang -batang
bursa yang serupa kait.7
Gambar: Spikula dan Vili N.  americanus (Sumber: Soedarto, 1996)
Gambar: Spikula dan Vili dorsal A. duodenale (Sumber: Soedarto, 1996)
2.4. Morfologi
Necator americanus, memiliki bentuk tubuh slindris (menyerupai huruf S),
dimana  ukuran  cacing  betina  lebih  besar  dari  pada  yang  jantan,  panjang  cacing
betina ± 1 cm, setiap cacing betina dapat bertelur 9000 ekor per hari. Sementara
cacing  jantan  panjangnya  ±  0,8  cm. Sedangkan  pada Ancylostoma  duodenale,
memiliki bentuk  tubuh sama dengan Necator americanus,  letak perbedaan hanya8
pada bentuk  tubuh  lebih menyerupai huruf C. Ukuran A. duodenale yang betina
juga  lebih  besar  dari  pada  yang  jantan ,  dengan  panjang  lebih  kurang  1  cm
(Hadidjaja dan Gandahusada, 1999).
Gambar N. americanus dari Sumber: Anonimus (tanpa tahun)
Gambar A. duodenale dari Sumber: Anonimus (tanpa tahun)
N. americanus dan A.  duodenale jantan, mempunyai  organ  reproduksi
tunggal (testis) dengan ujung  ekor yang  berbentuk  tumpul  dengan  dilengkapi
bursa kopulatriks,  sedangkan  ujung  yang  betina berbentuk  runcing dan
mempunyai  sepasang  organ  reproduksi (2  ovari) (Hadidjaja  dan  Gandahusada,
1999; Soedarto, 1996; Kotpal, dkk. 1981).9
Gambar : Bagian ekor N.  americanus jantan yang dilengkapi bursa
Gambar: Bagian ekor N.  americanus betina (Sumber: http://www. Atlas.or.kr).
Pada bagian mulut  cacing  tambang memiliki  kapsula  (rongga)  bucca lis,
akan  tetapi kedua  jenis  ini  terdapat beberapa perbedaan yang mencolok, dimana
mulut N. americanus terdapat lempeng pemotong (benda kitin) di bagian anterior
dari kapsul buccal, sedangkan pada A. duodenale memiliki 2 pasang gigi  / 4 gigi
ventral di margin kapsul buccal (Noble dan Noble, 1989).
Telur cacing  tambang berbentuk opal, kedua kutubnya mendatar, dinding
sel tipis dan bening, tersusun atas 4-8 sel, dengan ukuran yang berbeda tergantung
dari jenisnya. N. americanus memiliki ukuran telur sepanjang 64 –76 mm x 36–40
mm  dan A.  duodenale 56–60  mm  x  36–40  mm,  selain  itu  jumlah telur  yang
dihasilkan  dari  kedua  jenis  cacing tambang  ini juga  terdapat  perbedaan, Gani
(1998) mengungkapkan bahwa jumlah telur yang dihasilkan N. americanus adalah
10.000–20.000 setiap  harinya,  sedangkan A.  duodenale 10.000–25.000  perhari
dan telur cacing tambang dapat menetas dalam re ntang waktu 24-36 jam.
Gambar: Telur cacing tambang (Sumber: Anonimus
*
, tanpa tahun)12
Ukuran  larva Rhabditiform kedua cacing  tambang ini adalah  sama ± 250
mikron,  sedangkan  untuk  larva  Filariform  panjangnya  ±  700  mikron ,  rongga
mulut larva  Rhabditiform sempit dan  panjang,  memiliki  esophagus  dengan  2
bulbus  dan  menempati  1/3  panjang  badan  bagian  anterior. Pada  kondisi  yang
optimal  daya  tahan  larva  berada  pada  kelembapan  sedang  dengan  suhu  berkisar
23-300
C.
2.5. Fisiologi
Kehidupan cacing  tambang  tidak  terlepas  dari  proses -proses  fisiologi,
dimana cacing tambang  sangat menyukai  suhu  lembab  dan  hangat (Garcia  dan
Bruckner,  1996), hal  ini  bertujuan  untuk menetaskan telur.  Temperatur  optimal
pada kedua parasit ini berbeda dimana suhu optimum untuk N. americanus adalah
280
-300
C, dan untuk A. duodenale berkisar antara 230
-250
C (Gandahusada, dkk.
1998), dengan kondisi oksigen bebas . Pertumbuhan  larva parasit ini kebanyakan
berlangsung  di  dalam  tanah,  yang  banyak  mengandung  zat -zat  organik
(Radiopoetro,  1991). Selain  itu, areal yang  memiliki  sirkulasi  air  yang  tidak
bagus, merupakan tempat yang paling disen angi oleh cacing tambang.14
Selain suhu, cacing tambang memerlukan nutrisi (makanan), yang berguna
untuk  berfungsinya  esophagus  secara  normal  dan  juga  diperlukan  untuk
pengumpulan  glukosa  yang diubah menjadi  glikogen  cacing (Noble  dan Noble,
1989).
Pada  rongga  badan  cacing  tambang ditemukan pseudoselom  yang  berisi
hemolympha, yang diduga merupakan  tempat penampungan hasil ekskresi. Hasil
ekskresi tersebut meliputi nitrogen sebagai asam amonia, asam urat, ureum, yang
akan dikeluarkan oleh tubuh melalui porus excretorius (Radiopoetro, 1991).
Sedangkan, reproduksi cacing tambang terjadi di dalam usus manusia yang
bersifat  gonochoristis,  dimana  testis  menghasilkan  sperma  sedangkan  ovarium
menghasilkan ovum. Sperma umumnya bersifat amoeboid dengan saluran kelami n
jantan  bermuara  di  usus  sedangkan  saluran  kelamin  betina  mempunyai  lubang
muara  keluar  sendiri  dan  fertilisasi  berlangsung  secara  internal (Radiopoetro,
1991).
Proses fertilisasi diawali dengan keluarnya pheromon dari cacing betina yang
digunakan untuk menarik cacing  jantan. Kemudian  lubang genital betina dibuka
oleh  cacing  jantan  dengan menggunakan  spikula,  kemudian  dilanjutkan  dengan
pemindahan  sperma. Telur  yang  dihasilkan  dari  fertilisasi  tersebut ±  10.000  per
hari (Barnes, 1987). 
2.6. Siklus Hidup Cacing Tambang
Cacing  dewasa di  dalam  usus  halus  manusia,  kemudian telur keluar
bersama feses dan mengalami embrionisasi di tanah . Di tempat lembab dan becek,
telur menetas menjadi larva yang disebut rhabditiform (tidak infektif). Kemudian
larva  ini  berubah menjadi  filariform (infektif) yang  dapat menembus  kulit  kaki
dan masuk ke dalam tubuh manusia mengikuti aliran darah, menuju jantung, paru -
paru,  faring,  tenggorok,  kemudian  tertelan  dan  masuk  ke  dalam  usus (migrasi
paru, maturasi pada manusia lebih kurang 35 hari) . Di dalam usus, larva menjadi
cacing  dewasa yang  siap menghisap  darah kembali. Selain  dengan  cara  infeksi
aktif,  dapat  pula  terjadi  infeksi  pasif  yaitu  bila  kista  (larva  berdinding  t ebal)
tertelan bersama makanan (Soedarto, 1996 ; Anonimus
****
, tanpa tahun).16
Gambar: Siklus hidup cacing tambang
(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Hookworm)
2.7. Kerugian Akibat Cacing Tambang
Cacing  tambang  ini  menyebabka n  penyakit nekatoriasis  dan
ankilostomiasis,  yang  membuat  penderita  mengalami  anemia  berat, keletihan,
menurunnya  berat  badan,  rentan  pada  infeksi, dan  diare  berdarah. Gejala yang
ditimbulkan  cacing  dewasa  atau  larvanya.  Bila  larva  infektif  menembus  kulit
dapat  terjadi  gatal-gatal.  Bila  jumlah  larva  infektif  yang  masuk  banyak ,  maka
dalam  beberapa  jam  saja  akan  terjadi  reaksi  alergi  terhadap  cacing  yang
menimbulkan warna kemerahan, berupa panel yang dapat menjadi vesikel. Reaksi
ini disebut “ground itch” (Poespoprodjo, 1999).
Bila larva infektif A. duodenale tertelan, maka sebahagian akan menuju ke
usus  dan  tumbuh  menjadi  dewasa.  Sebahagian  lagi  akan  menembus  mukosa
mulut,  faring  dan  melewati  paru - paru  seperti  larva  menembus  kulit.  Cacing
dewasa N. americanus yang  menghisap  darah  penderita  akan  menimbulkan
kekurangan  darah  sampai  0,1  cc  per  hari,  sedangkan  seekor  cacing  dewasa
A. duodenale dapat  menimbulkan  kekurangan  darah  sampai  0,34  cc  per  hari
(Ginting, 2003).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN 
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa cacing tambang
yang  menginfeksi  manusia  pada  umumnya  terbagi  atas  2  jenis,  yaitu N.
americanus dan A.  duodenale. Parasit  ini  menyebabkan nekatoriasis  dan
ankilostomiasis,  yang  mengakibatkan  tubuh  sesorang  akan  mengalami  anemia
berat, keletihan, menurunnya berat badan, rentan pada infeksi. dan diare berdarah.
Secara  anatomi  dan  fisiologi  kedua  jenis  parasit ini  tidak  terlalu  bebeda,
akan tetapi  secara  morfologi  parasi t  ini  memiliki  perbedaan  yang  sangat
mencolok,  diantaranya  bentuk  tubuh  (N.  americanus menyerupai tubuh  seperti
huruf  S,  sedangkan A.  duodenale tubuh  menyerupai  huruf  C), mulut
N. americanus terdapat  lempeng pemotong dan A. duodenale memiliki 2 pasang
gigi / 4 gigi ventral. Vili dorsal bursa kopulatriks pada N. americanus mempunyai
celah  vili  dalam  dengan  ujung  bercabang  2  dengan  spikula  menjadi  satu  dan
berkait,  sedangkan  pada A.  duodenale vili  dorsal  bursa  kopulatriks mempunyai
celah dangkal dan ujung bercabang 3 dengan spikula saling  terpisah. Selain  itu 1
ekor  cacing N.  americanus akan  menghilangkan  0,005-1  cc  darah  per  hari,
sedangkan cacing A. duodenale 0,08-0,34 cc per hari.
3.2. Saran
Diharapkan perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah, tentang arti
pentingnya  sanitasi  yang  baik  disekitar  rumah  atau  tempat  bekerja,  selain  itu
diharapkan  pula  pembahasan  yang  lebih  mendalam  tentang  struktur  anatomi,
morfologi, dan fisiologi cacing tambang.
Anonimus. Tanpa tahun. http://missinglink.uscf.edu/lm/virus and parasites/ Hookworm.html. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Anonimus * . Tanpa tahun. http://www.wadsworth.org/testing/parasitologyD/ Namerica.shmtl. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Anonimus ** . Tanpa tahun. http://workface.cup.edu/Buckelew/Necator%20 americanus%20rhabditiform%20larva.htm. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Anonimus *** . Tanpa tahun. http://www.med.cmu.ac.th/dept/parasite/nematode/ copulating_NC.jpg. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Anonimus **** . Tanpa tahun. http://www.e-dukasi.net/mol/mofull.php?moid=81& Fname=kb.htm. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Anonimus. 2009. staff.unud.ac.id/~dwina ta/wp-content/uploads/2009/.../nema - par2.doc. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Barnes, R. 1987. Avertebrata Zoology. Orlando, Florida: Dryden Press. Beigal, Y.,Z. Greenburg, I.
Ostfeld. 2000. Membiarkan Pasien Dari Hook. The New Enggland Journal of Medicine, 342 (22). Brotowidjoyo, M.D. 1987. Parasit dan Parasitisme. Media Sarana Press. Jakarta. Gani, A. 1998. Penyusunan Rencana Pengembangan Sistem Pelayanan Kesehatan dengan perhatian khusus terhadap penduduk miskin di Sumatera Utara (laporan). DEPKES RI.
Garcia, L.S, dan Bruckner, D.A. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Ginting, S.A. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara . Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara . (http://library.usu.ac.id/download/fk/anak - sri%20 alemina.pdf). Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Hadidjaja, Prof., Dr., MPH & TM, dan Gandahusada, S., dr. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.21 http://en.wikipedia.org/wiki/Hookworm http://www.atlas.or.kr/atlas/include/viewImg.html?uid=410
Makimian, R. Dr., MS. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Kotpal, R.L, Agarwal, Khetarpal. 1981. Modern Textbook of Zoology Invertebrates. Fifth Edition. Rastogi Publications. Shivaji Road. Meerut- 250. India.
Noble, E.R, dan Noble, G.A. 1989. Parasitologi. Biologi Parasit Hewan. Edisi lima. Gadjah Mada University Press.
Poespoprodjo JR. 1999. Infestasi cacing dan prestasi belajar anak SD di Kecamatan Ampana Kota kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Tesis. Jogjakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK UGM.
Radiopoetro. Prof. , Drs. 1991. Zoologi. Penerbit Erlangga. Jakarta Soedarto, D. T. M. H., PhD., Dr. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Tony Hart, MB., BS., BSC., PhD., FRC Path, Paul Shears, MP., MRC Path. 1997. Atlas Berwarna Mikrobiologi Kedokteran. Hipokrates. Jakarta. Volk, W.A. Wheeler, M.F. 1990. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.
Yuwono, S.S, Liliana, Harun, Basundari Sri Utami .1988. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No. 48. Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitia n dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan R.I. Jakarta
 
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar