Minggu, 07 Februari 2010

CACING TAMBANG  
(Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)

RIKI APRIYANDI 

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 
Nematoda merupakan cacing bulat yang tidak bersegmen, kebanyakan darinya memiliki siklus hidup yang bebas (Tony dan Shears, 1997). Nematoda, berasal dari kata nema = benang dan oidos = bentuk. Besar dan panjang Nematoda beragam, ada yang panjangnya beberapa millimeter dan ada pula yang panjangnya melebihi 1 meter. Ciri-ciri umum dari kelas ini adalah mempunyai saluran pencernaan dan rongga badan, rongga badan tersebut dilapisi oleh selaput seluler sehingga disebut PSEUDOSEL atau PSEUDOSELOMA. Dan potongan melintangnya berbentuk bulat dan ditutupi oleh kutikula yang disekresi oleh lapisan hipodermis (l apisan sel yang ada dibawahnya) (Anonimus, 2009). Radiopoetro (1991) menambahkan bahwa karakteristik Nematoda adalah tubuh simetri bilateral, tidak memiliki anggota gerak (extermitas), dan pada umumnya bersifat gonochoristis . Secara keseluruhan Nematoda bersifat parasit, baik pada hewan, manusia maupun tumbuhan. Hewan-hewan hospes Nematoda biasanya berasal dari filum Annelida, Arthropoda, Mollusca dan subfilum Vertebrata, yang hidup di dalam usus, darah dan organ-organ tubuh lainnya (Radiopoetro, 1991). Nematoda memiliki banyak spesies, diantara nya adalah cacing tambang, yang hidup di daerah pertambangan. Selain itu, cacing ini juga banyak menginfeksi orang-orang disekitar perkebunan yang belum memiliki sanitasi yang memadai ,Makimian (1996) menambahkan, bahwa sanitasi pembuangan tinja merupakan usaha pencegahan yang utama . Jenis cacing tambang cukup banyak, tapi tidak semua jenis cacing tambang yang menyerang manusia. Brotowidjoyo (1987) mengungkapkan, cacing tambang pada manusia terdiri dari banyak jenis yaitu Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Ancylostoma braziliensis, dan Ancylostoma caninus. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale hanya terdapat pada manusia, Ancylostoma braziliensis jarang terdapat pada manusia dan Ancylostoma caninus terdapat pada manusia, akan tetapi pada stadium larva dan tidak pernah sampai dewasa. Pada pembahasan kali ini akan dibahas te ntang perkembangan Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Sejarah kedua cacing ini sangatlah berbeda, sehingga banyak orang mengenal A. duodenale sebagai cacing tambang dunia lama dan N. americanus cacing tambang dunia baru. Parasit ini dapat menyebabkan penyakit nekatoriasis dan ankilostomiasis , yang membuat penderita mengalami anemia berat , keletihan, menurunnya berat badan, rentan pada infeksi. dan diare berdarah (Yuwono, dkk. 1988). Gandahusada, dkk (1998) menambahkan, bahwa kedua jenis tersebut merupakan parasit yang menginfeksi manusia, yang tergolong ke dalam Nematoda usus dan penularannya dilakukan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths) . Mengingat begitu pesatnya perkembangan kedua parasit ini dimuka bumi, maka dilakukan studi perbandingan yang akan membahas tentang struktur klasifikasi, anatomi, morfologi, fisiologi, dan kerugian yang ditimbulkan oleh N. americanus dan A. duodenale.
1.2. Tujuan Membandingkan klasifikasi, struktur anatomi, morfologi, fisiologi, dan kerugian yang ditimbulkan dari kedua jenis cacing tambang, yaitu: Necator americanus dan Ancylostoma duodenale.

BAB II CACING TAMBANG 
2.1. Sejarah Cacing Tambang Cacing tambang pertama kali ditemukan di Mesir 1500 SM, yang digambarkan sebagai penyakit jiwa d itandai dengan anemia. Ibnu Sina seorang tabib Persia abad 11 menemukan cacing pada beberapa pasien dan terkait dengan penyakit mereka. Kemudian terlihat kondisi tersebut di pertambangan di Eropa, yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai (Gandahusada, dkk. 1998). Cacing ini juga dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis antara 300 C utara dan selatan khatulistiwa. Beigal, Grenburg, dan Ostfeld (2000) menambahkan, bahwa Ancylostoma duodenale ditemukan di daerah laut tengah, Asia Timur, Asia Tenggara, dan tersebar di Amerika Selatan. Sedangkan Necator americanus dibawa dari Afrika dan kini tersebar sampai ke Amerika Serikat (Volk dan Wheeler, 1990; Kotpal, dkk. 1981). Sejarah kedua cacing ini sangatlah berbeda, sehingga banyak orang mengenal A. duodenale sebagai cacing tambang dunia lama dan N. americanus cacing tambang dunia baru (Volk dan Wheeler, 1990). Kedua jenis cacing ini banyak menginfeksi orang-orang di sekitar pertambangan dan perkebunan. N. americanus dan A. duodenale adalah 2 cacing yang 90% dapat mengakibatkan kekurangan zat besi (anemia).
2.2. Klasifikasi Kingdom : Animalia Filum : Nematelminthes Sub Filum : Nematoda Kelas : Phasmidia (Secernentea) Ordo : Strongyloidea Famili : Ancylostomatidae Genus : Necator Spesies : Necator americanus Kingdom : Animalia Filum : Nematelminthes Sub Filum : Nematoda Kelas : Phasmidia (Secernentea) Ordo : Strongyloidea Famili : Ancylostomatidae Genus : Ancylostoma Spesies : Ancylostoma duodenale 
2.3. Anatomi Cacing tambang jantan dan betina memiliki organ pencernaan yang hampir sama. Organ pencernaan pada cacing jantan dimulai pada anggota rongga buccal, esophagus, usus dan berakhir di kloaka yang termasuk ke dalam bagian bursa.Sedangkan untuk perbedaannya terletak pada keberadaan saluran kloaka. Pada cacing betina saluran terakhirnya adalah anus, dan tidak memiliki kloaka (Kotpal, dkk. 1981). Gambar : A. duodenale. A: Jantan, B: Betina (Sumber: Kotpal, dkk. 1981) Vili dorsal pada bursa kopulatriks pada N. americanus mempunyai celah vili dalam dengan ujung bercabang 2 dengan spikula menjadi satu dan berka it, sedangkan pada A. duodenale vili dorsal bursa kopulatriks mempunyai celah dangkal dan ujung bercabang 3 dengan spikula saling terpisah. Berdasarkan penjelasan diatas Noble dan Noble (1989) mengungkapkan bahwa cacing tambang juga disebut sebagai ‘cacing kait’, yang istilah ini diambil dari kedudukan ujung spikula yang membengkok kebelakang (dorsal) dan penampilan batang -batang bursa yang serupa kait.7 Gambar: Spikula dan Vili N. americanus (Sumber: Soedarto, 1996) Gambar: Spikula dan Vili dorsal A. duodenale (Sumber: Soedarto, 1996)
2.4. Morfologi Necator americanus, memiliki bentuk tubuh slindris (menyerupai huruf S), dimana ukuran cacing betina lebih besar dari pada yang jantan, panjang cacing betina ± 1 cm, setiap cacing betina dapat bertelur 9000 ekor per hari. Sementara cacing jantan panjangnya ± 0,8 cm. Sedangkan pada Ancylostoma duodenale, memiliki bentuk tubuh sama dengan Necator americanus, letak perbedaan hanya8 pada bentuk tubuh lebih menyerupai huruf C. Ukuran A. duodenale yang betina juga lebih besar dari pada yang jantan , dengan panjang lebih kurang 1 cm (Hadidjaja dan Gandahusada, 1999). Gambar N. americanus dari Sumber: Anonimus (tanpa tahun) Gambar A. duodenale dari Sumber: Anonimus (tanpa tahun) N. americanus dan A. duodenale jantan, mempunyai organ reproduksi tunggal (testis) dengan ujung ekor yang berbentuk tumpul dengan dilengkapi bursa kopulatriks, sedangkan ujung yang betina berbentuk runcing dan mempunyai sepasang organ reproduksi (2 ovari) (Hadidjaja dan Gandahusada, 1999; Soedarto, 1996; Kotpal, dkk. 1981).9 Gambar : Bagian ekor N. americanus jantan yang dilengkapi bursa Gambar: Bagian ekor N. americanus betina (Sumber: http://www. Atlas.or.kr). Pada bagian mulut cacing tambang memiliki kapsula (rongga) bucca lis, akan tetapi kedua jenis ini terdapat beberapa perbedaan yang mencolok, dimana mulut N. americanus terdapat lempeng pemotong (benda kitin) di bagian anterior dari kapsul buccal, sedangkan pada A. duodenale memiliki 2 pasang gigi / 4 gigi ventral di margin kapsul buccal (Noble dan Noble, 1989). Telur cacing tambang berbentuk opal, kedua kutubnya mendatar, dinding sel tipis dan bening, tersusun atas 4-8 sel, dengan ukuran yang berbeda tergantung dari jenisnya. N. americanus memiliki ukuran telur sepanjang 64 –76 mm x 36–40 mm dan A. duodenale 56–60 mm x 36–40 mm, selain itu jumlah telur yang dihasilkan dari kedua jenis cacing tambang ini juga terdapat perbedaan, Gani (1998) mengungkapkan bahwa jumlah telur yang dihasilkan N. americanus adalah 10.000–20.000 setiap harinya, sedangkan A. duodenale 10.000–25.000 perhari dan telur cacing tambang dapat menetas dalam re ntang waktu 24-36 jam. Gambar: Telur cacing tambang (Sumber: Anonimus * , tanpa tahun)12 Ukuran larva Rhabditiform kedua cacing tambang ini adalah sama ± 250 mikron, sedangkan untuk larva Filariform panjangnya ± 700 mikron , rongga mulut larva Rhabditiform sempit dan panjang, memiliki esophagus dengan 2 bulbus dan menempati 1/3 panjang badan bagian anterior. Pada kondisi yang optimal daya tahan larva berada pada kelembapan sedang dengan suhu berkisar 23-300 C.
2.5. Fisiologi Kehidupan cacing tambang tidak terlepas dari proses -proses fisiologi, dimana cacing tambang sangat menyukai suhu lembab dan hangat (Garcia dan Bruckner, 1996), hal ini bertujuan untuk menetaskan telur. Temperatur optimal pada kedua parasit ini berbeda dimana suhu optimum untuk N. americanus adalah 280 -300 C, dan untuk A. duodenale berkisar antara 230 -250 C (Gandahusada, dkk. 1998), dengan kondisi oksigen bebas . Pertumbuhan larva parasit ini kebanyakan berlangsung di dalam tanah, yang banyak mengandung zat -zat organik (Radiopoetro, 1991). Selain itu, areal yang memiliki sirkulasi air yang tidak bagus, merupakan tempat yang paling disen angi oleh cacing tambang.14 Selain suhu, cacing tambang memerlukan nutrisi (makanan), yang berguna untuk berfungsinya esophagus secara normal dan juga diperlukan untuk pengumpulan glukosa yang diubah menjadi glikogen cacing (Noble dan Noble, 1989). Pada rongga badan cacing tambang ditemukan pseudoselom yang berisi hemolympha, yang diduga merupakan tempat penampungan hasil ekskresi. Hasil ekskresi tersebut meliputi nitrogen sebagai asam amonia, asam urat, ureum, yang akan dikeluarkan oleh tubuh melalui porus excretorius (Radiopoetro, 1991). Sedangkan, reproduksi cacing tambang terjadi di dalam usus manusia yang bersifat gonochoristis, dimana testis menghasilkan sperma sedangkan ovarium menghasilkan ovum. Sperma umumnya bersifat amoeboid dengan saluran kelami n jantan bermuara di usus sedangkan saluran kelamin betina mempunyai lubang muara keluar sendiri dan fertilisasi berlangsung secara internal (Radiopoetro, 1991). Proses fertilisasi diawali dengan keluarnya pheromon dari cacing betina yang digunakan untuk menarik cacing jantan. Kemudian lubang genital betina dibuka oleh cacing jantan dengan menggunakan spikula, kemudian dilanjutkan dengan pemindahan sperma. Telur yang dihasilkan dari fertilisasi tersebut ± 10.000 per hari (Barnes, 1987).
2.6. Siklus Hidup Cacing Tambang Cacing dewasa di dalam usus halus manusia, kemudian telur keluar bersama feses dan mengalami embrionisasi di tanah . Di tempat lembab dan becek, telur menetas menjadi larva yang disebut rhabditiform (tidak infektif). Kemudian larva ini berubah menjadi filariform (infektif) yang dapat menembus kulit kaki dan masuk ke dalam tubuh manusia mengikuti aliran darah, menuju jantung, paru - paru, faring, tenggorok, kemudian tertelan dan masuk ke dalam usus (migrasi paru, maturasi pada manusia lebih kurang 35 hari) . Di dalam usus, larva menjadi cacing dewasa yang siap menghisap darah kembali. Selain dengan cara infeksi aktif, dapat pula terjadi infeksi pasif yaitu bila kista (larva berdinding t ebal) tertelan bersama makanan (Soedarto, 1996 ; Anonimus **** , tanpa tahun).16 Gambar: Siklus hidup cacing tambang (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Hookworm)
2.7. Kerugian Akibat Cacing Tambang Cacing tambang ini menyebabka n penyakit nekatoriasis dan ankilostomiasis, yang membuat penderita mengalami anemia berat, keletihan, menurunnya berat badan, rentan pada infeksi, dan diare berdarah. Gejala yang ditimbulkan cacing dewasa atau larvanya. Bila larva infektif menembus kulit dapat terjadi gatal-gatal. Bila jumlah larva infektif yang masuk banyak , maka dalam beberapa jam saja akan terjadi reaksi alergi terhadap cacing yang menimbulkan warna kemerahan, berupa panel yang dapat menjadi vesikel. Reaksi ini disebut “ground itch” (Poespoprodjo, 1999). Bila larva infektif A. duodenale tertelan, maka sebahagian akan menuju ke usus dan tumbuh menjadi dewasa. Sebahagian lagi akan menembus mukosa mulut, faring dan melewati paru - paru seperti larva menembus kulit. Cacing dewasa N. americanus yang menghisap darah penderita akan menimbulkan kekurangan darah sampai 0,1 cc per hari, sedangkan seekor cacing dewasa A. duodenale dapat menimbulkan kekurangan darah sampai 0,34 cc per hari (Ginting, 2003).

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 
3.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa cacing tambang yang menginfeksi manusia pada umumnya terbagi atas 2 jenis, yaitu N. americanus dan A. duodenale. Parasit ini menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis, yang mengakibatkan tubuh sesorang akan mengalami anemia berat, keletihan, menurunnya berat badan, rentan pada infeksi. dan diare berdarah. Secara anatomi dan fisiologi kedua jenis parasit ini tidak terlalu bebeda, akan tetapi secara morfologi parasi t ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok, diantaranya bentuk tubuh (N. americanus menyerupai tubuh seperti huruf S, sedangkan A. duodenale tubuh menyerupai huruf C), mulut N. americanus terdapat lempeng pemotong dan A. duodenale memiliki 2 pasang gigi / 4 gigi ventral. Vili dorsal bursa kopulatriks pada N. americanus mempunyai celah vili dalam dengan ujung bercabang 2 dengan spikula menjadi satu dan berkait, sedangkan pada A. duodenale vili dorsal bursa kopulatriks mempunyai celah dangkal dan ujung bercabang 3 dengan spikula saling terpisah. Selain itu 1 ekor cacing N. americanus akan menghilangkan 0,005-1 cc darah per hari, sedangkan cacing A. duodenale 0,08-0,34 cc per hari.

3.2. Saran Diharapkan perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah, tentang arti pentingnya sanitasi yang baik disekitar rumah atau tempat bekerja, selain itu diharapkan pula pembahasan yang lebih mendalam tentang struktur anatomi, morfologi, dan fisiologi cacing tambang.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. Tanpa tahun. http://missinglink.uscf.edu/lm/virus and parasites/ Hookworm.html. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Anonimus * . Tanpa tahun. http://www.wadsworth.org/testing/parasitologyD/ Namerica.shmtl. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Anonimus ** . Tanpa tahun. http://workface.cup.edu/Buckelew/Necator%20 americanus%20rhabditiform%20larva.htm. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Anonimus *** . Tanpa tahun. http://www.med.cmu.ac.th/dept/parasite/nematode/ copulating_NC.jpg. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Anonimus **** . Tanpa tahun. http://www.e-dukasi.net/mol/mofull.php?moid=81& Fname=kb.htm. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Anonimus. 2009. staff.unud.ac.id/~dwina ta/wp-content/uploads/2009/.../nema - par2.doc. Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Barnes, R. 1987. Avertebrata Zoology. Orlando, Florida: Dryden Press. Beigal, Y.,Z. Greenburg, I.
Ostfeld. 2000. Membiarkan Pasien Dari Hook. The New Enggland Journal of Medicine, 342 (22). Brotowidjoyo, M.D. 1987. Parasit dan Parasitisme. Media Sarana Press. Jakarta. Gani, A. 1998. Penyusunan Rencana Pengembangan Sistem Pelayanan Kesehatan dengan perhatian khusus terhadap penduduk miskin di Sumatera Utara (laporan). DEPKES RI.
Garcia, L.S, dan Bruckner, D.A. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Ginting, S.A. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara . Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara . (http://library.usu.ac.id/download/fk/anak - sri%20 alemina.pdf). Di akses tanggal 09 Oktober 2009.
Hadidjaja, Prof., Dr., MPH & TM, dan Gandahusada, S., dr. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.21 http://en.wikipedia.org/wiki/Hookworm http://www.atlas.or.kr/atlas/include/viewImg.html?uid=410
Makimian, R. Dr., MS. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Kotpal, R.L, Agarwal, Khetarpal. 1981. Modern Textbook of Zoology Invertebrates. Fifth Edition. Rastogi Publications. Shivaji Road. Meerut- 250. India.
Noble, E.R, dan Noble, G.A. 1989. Parasitologi. Biologi Parasit Hewan. Edisi lima. Gadjah Mada University Press.
Poespoprodjo JR. 1999. Infestasi cacing dan prestasi belajar anak SD di Kecamatan Ampana Kota kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Tesis. Jogjakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK UGM.
Radiopoetro. Prof. , Drs. 1991. Zoologi. Penerbit Erlangga. Jakarta Soedarto, D. T. M. H., PhD., Dr. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Tony Hart, MB., BS., BSC., PhD., FRC Path, Paul Shears, MP., MRC Path. 1997. Atlas Berwarna Mikrobiologi Kedokteran. Hipokrates. Jakarta. Volk, W.A. Wheeler, M.F. 1990. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.
Yuwono, S.S, Liliana, Harun, Basundari Sri Utami .1988. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No. 48. Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitia n dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan R.I. Jakarta